Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di
Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan
sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag,
motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa
bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan
terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram
yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa.
Dengan
terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para
pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian
tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah – daerah baru itu
para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik. Ke timur batik Solo
dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto
serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura.
Sedang
ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan
Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah
ada sebelumnya semakin berkembang. Seiring berjalannya waktu, Batik
Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain.
Di
daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah
Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.Batik
Pekalongan, antara Masa Lampau dan BATIK pekalongan menjadi sangat khas
karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada
segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga
sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di
rumah-rumah.
Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan
kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah
administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa
Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga
Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.
Meskipun
demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia,
usaha batik pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi.
Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing
baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera
mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.
Gagal
melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang
generasi mendatang lewat buku sejarah. Ketika itu, pola kerja tukang
batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa
tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun,
di antara masa tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai
tukang batik. ZAMAN telah berubah.
Pekerja batik di Pekalongan
kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal dari
kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin
sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.
Apa yang dihadapi
industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan
yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada
pengusaha kecil dan menengah.
Persoalan itu, antara lain, berupa
menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang
lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara
lain. Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik
dibanding produk pengusaha Indonesia.
Penyebab persoalan ini
bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan
pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk,
hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.
http://batikindonesia.com/tag/jenis-batik-di-indonesia